Para ahli dari Amerika Serikat dan Norwegia dalam laporan yang dimuat dalam British Medical Journal (BMJ) menyarankan agar ibu hamil yang menunjukkan gejala preeklamsia untuk melakukan pemeriksaan tiroid sebagai prosedur standar, seperti halnya pemeriksaan fungsi jantung dan ginjal.
Kelenjar tiroid berbentuk kupu-kupu dan terletak di bagian bawah leher. Kelenjar ini mengeluarkan hormon yang disebut tiroksin. Kelenjar tiroid bertugas mengontrol tubuh dalam produksi hormon dan pembakaran energi yang akan membantu mengatur detak jantung, tekanan darah, serta suhu tubuh.
Fungsi kelenjar tiroid yang meningkat disebut dengan hipertiroid yang bisa menimbulkan rasa lelah, lemah, dan depresi. Hipertiroid yang lama juga bisa menyebabkan kelainan jantung. Denyut jantung menjadi lebih cepat.
Studi teranyar menemukan wanita yang mengalami preeklamsia saat hamil memiliki risiko lebih besar menderita gangguan tiroid di kemudian hari. Hal ini dibuktikan lewat tes tiroid yang dilakukan para ahli pada 280 ibu hamil yang separuhnya menderita preeklamsia.
Para ahli menemukan adanya peningkatan kadar hormon yang dilepas oleh tiroid dialami oleh ibu hamil yang menderita preeklamsia. Dampaknya memang baru terlihat di kemudian hari atau pada akhir masa kehamilan.
Penelitian serupa juga dilakukan para ahli dari Norwegia yang menganalisa data 7.000 wanita yang melahirkan anak pertama di akhir tahun 1960-an dan kemudian melakukan tes fungsi tiroid di pertengahan tahun 1990-an. Hasilnya, wanita yang menderita preeklamsia saat hamil 1,7 kali lebih besar menunjukkan gejala hipertiroid dibanding yang tidak menderita preeklamsia.
Para ahli menduga preeklamsia menyebabkan peningkatan protein tertentu dalam darah ibu hamil yang menyebabkan terhambatnya suplai darah ke jaringan tiroid.