Menurut co-author studi Andrew Murray, ada hubungan yang sangat erat antara makanan dan cara berpikir terhadap cara kerja tubuh. Diet yang kaya lemak misalnya, terang dia, berkaitan dengan komplikasi jangka panjang seperti obesitas, diabetes, dan gagal jantung. Sedang dampak jangka pendeknya bahkan relatif hanya diabaikan saja. "Kami berharap penemuan ini bisa membantu orang agar serius dalam mengurangi asupan makanan tinggi lemak. Cara ini akan langsung bermanfaat terhadap kesehatan secara umum dan peningkatan kewaspadaan," tutur Murray, seperti dikutip situs dailymail.
Dalam studinya, para peneliti membandingkan dampak diet pada dua kelompok tikus. Kelompok pertama diberikan makanan rendak lemak (hanya 7.5% dari kalori berasal dari lemak). Sedang kelompok kedua diberikan diet junk food kaya lemak (55% dari kalori berasal dari lemak).
Setelah 4 hari mereka menemukan, otot-otot dari tikus dengan diet kaya lemak mengalami penurunan kemampuan menggunakan oksigen untuk membuat energi yang diperlukan untuk bergerak. Hal ini membuat jantung mereka juga harus bekerja lebih keras dan mengalami pembesaran. Setelah 9 hari, tikus-tikus ini memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengitari suatu lingkar jalan dan membuat lebih banyak kesalahan dalam melakukannya dibandingkan dengan teman mereka dari kelompok diet rendah lemak.
Penurunan kemampuan
Dalam studi yang dipublikasikan oleh Federation of the American Societies for Experimental Biology ini, peneliti menguraikan kalau penurunan kemampuan ini disebabkan oleh masalah sel, khususnya sel-sel otot. Para peneliti menemukan adanya peningkatan jumlah protein uncoupling protein 3 di sel-sel."Protein ini membuat sel-sel kurang efisien dalam menggunakan oksigen untuk membuat energi yang diperlukan untuk bergerak."
Hasil studi ini, lanjut Murray, diharpkan bisa menjadi panduan, khususnya bagi atlet dan mereka yang mengalami gangguan metabolisme, dalam memilih diet yang tepat.