Cara Mendeteksi Dini Kelainan Penyakit Mata Anak Bayi

Coba perhatikan pupil (bulatan kecil dalam bola mata) si kecil baik-baik, lalu sorotkan cahaya ke matanya. Bila pupilnya mengecil saat terkena cahaya dan membesar bila tidak, berarti matanya normal alias tak mengalami kebutaan. Kronologisnya: cahaya diambil oleh mata, lalu dikirim ke otak, selanjutnya otak akan mengirim perintah, "Aduh, silau. Coba kecilkan pupil mata agar cahaya yang masuk berkurang."
Bukan berarti bila pupilnya tak bereaksi demikian, maka matanya buta, lo. Soalnya, terang Dr. Hadi Prakoso, spesialis mata dari Jakarta Eye Center, pupil bayi sangat kecil, hingga refleks yang diberikan kadang tak kelihatan oleh orang yang kurang terlatih. Jadi, jangan keburu panik dulu, ya, Bu-Pak. Lebih baik periksakan si kecil ke dokter spesialis mata bila mencurigai ada kelainan di matanya.
FOKUS PADA OBJEK
Cara lain yang lebih gampang untuk menguji kemampuan penglihatan dengan mengikuti skala Denver Development Skill. Umumnya, seorang dokter anak sudah dibekali pengetahuan ini, tapi kita pun bisa mempraktekkannya di rumah. Dalam skala Denver tertulis, mulai usia 1-1,5 bulan, bayi sudah punya respons yang disebut social smile. Jadi, bila ibu mendekati dan ia melihat wajah ibu, ia akan tersenyum karena sudah mengenali wajah itu. Nah, ini hanya terjadi bila si kecil melihat, bukan? Kalau tidak, ia pun tak akan memberi respons.

Bagus-tidaknya penglihatan bayi bisa dinilai juga dengan cara si kecil memfokuskan penglihatannya pada suatu objek. Tapi objeknya harus eye catching (memancing perhatian) atau yang berwarna mencolok, ya, karena penglihatan bayi masih terbatas. Bentuknya pun harus agak besar semisal boneka. Kemudian perhatikan CSM (Central, Steady, and Maintain) dari pola kebiasaan bayi saat melihat suatu objek. Yang dimaksud central, bayi melihat suatu objek yang ditujukan pada matanya dengan benar-benar lurus ke depan (central). Matanya tak boleh jelalatan ke mana-mana, lo. Dengan demikian, bola matanya harus tetap terarah pada objek (steady) dan terus terpelihara fokusnya (maintain), hingga bola matanya "berjalan" mengikuti objek ke mana pun objek itu dipindahkan tanpa suara (follow silent stimulus). Ini berarti, objeknya harus tak bersuara (silent stimulus). Bila objek yang dipindahkan disertai suara, jangan-jangan ia mengikuti arah suara, bukan objeknya.

Nah, bila ketiga hal di atas (CSM) terpenuhi, berarti penglihatannya baik. Sebaliknya, bila ia tak melihat, tentu ia akan diam saja alias tak berespons, terutama saat objek yang tak bersuara itu dipindahkan. Tapi sekali lagi, bila Ibu-Bapak menemukan hal-hal mencurigakan dari hasil tes ataupun hanya sekadar untuk mencari kepastian, sebaiknya segera hubungi ahlinya. Dengan demikian, bisa cepat terdeteksi bila memang ada kelainan hingga bisa segera diatasi permasalahannya. Dari beberapa kasus kelainan mata pada bayi yang ditangani sejak dini, hasilnya jauh lebih baik ketimbang yang menunggu sampai usia anak lewat setahun.
Ingat, lo, Bu-Pak, segala sesuatu yang menghalangi proses perkembangan fungsi penglihatan pasti menghambat kemampuan penglihatan bayi. Jadi, ujar Hadi, "bila ada suatu hambatan yang terjadi pada fase perkembangan fungsi penglihatan, yaitu usia 0-4 tahun, harus segera diatasi."

JENIS KELAINAN MATA
Nah, berikut ini sejumlah kelainan mata yang bisa ditemui pada bayi:

Juling
Sampai usia sebulan, gerakan bola mata kiri dan kanan masih biasanya belum selaras dan seirama. Hingga, normal saja bila bola mata yang satu lari ke kiri dan satunya lagi ke kanan. Jika setelah usia sebulan, matanya masih mengalami deviasi, misal, yang satu lurus dan satunya lagi lari keluar menjauhi hidung atau ke tengah mendekati hidung, bisa dicurigai bayi mengalami juling. Terlebih bila ini terjadi terus menerus.

Tapi bila julingnya hanya kadang-kadang, bisa menunggu sampai kira-kira usia 6 bulan karena biasanya mata bayi hingga usia 6 bulan kadang-kadang masih belum benar. Nah, bila sudah lewat 6 bulan, matanya masih sering tak serarah, berarti ia memang juling dan harus dibawa ke dokter. Juling bisa dikoreksi tergantung penyebabnya. Ada juling yang koreksinya harus dengan pembedahan, tapi ada pula yang tidak. "Juling yang disebabkan mata anak mengalami hypermetropia, tak perlu pembedahan. Cukup diberikan lensa plus untuk melihat dengan baik." Jadi bila tak diberi lensa plus, matanya kelihatan juling; jika diberi lensa plus, matanya akan lurus.

Penyebab juling umumnya terbagi atas: (1) Kelainan pada bola mata atau tajam penglihatan; (2) Kelainan pada otot-otot penggerak bola mata; (3) Kelainan pada sistem pengendali gerakan bola mata di otak.
Umumnya juling bisa diatasi dengan pembedahan kecuali beberapa jenis juling yang disebabkan tak ada saraf penggerak otot bola mata atau kelainan otot (fibrosis). Kedua kelainan ini merupakan kelainan yang dibawa sejak lahir (kongenital).

Katarak
Jika bayi baru lahir mengidap katarak kongenital, ia harus segera dioperasi. Seperti diketahui, rangsangan yang sampai pada mata datang melalui kornea mata dan lensa mata yang jatuh ke retina, lalu masuk ke saraf penglihatan. Nah, lensa mata seharusnya transparan namun pada penderita katarak, lensa matanya putih. Dengan demikian, cahaya jadi tertahan di lensa hingga yang masuk ke retina sedikit sekali. Akibatnya, saraf penglihatan tak mendapat rangsangan cukup. Jika dibiarkan terus, misal, baru dioperasi setelah umur setahun, maka sistem penglihatannya akan tertinggal dari perkembangan yang seharusnya terjadi. Hingga, meski telah dihilangkan kataraknya, tajam penglihatannya tak sebaik yang kita harapkan. Dalam istilah kedokteran disebut lazy eye atau amblyopia.

Jadi, bila si kecil menderita katarak kongenital, lensa matanya harus segera diangkat. Tapi kalau lensa matanya diangkat berarti ia kehilangan salah satu sistem optiknya. Syukurlah dengan kemajuan teknologi, hal tersebut bisa diatasi, yaitu dengan memberikan lensa pengganti. "Dulu lensa pengganti berupa kaca mata yang diberi karet seperti kaca mata berenang lalu dipasang ke bayi. Namun dengan kemajuan teknologi, saat ini dokter bisa menanam lensa buatan pada mata bayi. Jadi, lebih baik hasilnya."

Kelainan Refraksi (Pembiasan Cahaya) Menurut penelitian, sebanyak 75 persen bayi mengalami hypermetropia dan 25 persennya mengalami myopia. Kedua kelainan ini disebabkan konstruksi bola mata tak sempurna hingga pembiasan cahaya sistem optiknya tak fokus pada retina. Untuk mendapatkan gambar yang tepat jatuh ke retina, ada beberapa faktor penting yang dibutuhkan mata, yaitu sistem pembiasan kornea, sistem pembiasan lensa, dan panjang bola mata. Bila bola mata terlalu panjang, fokus akan jatuh terlalu depan, hingga penderita butuh lensa minus untuk memundurkannya. Inilah yang disebut myopia. Sebaliknya, jika bola mata terlalu pendek, walau lensa dan korneanya normal, gambar akan jatuh di belakang (hypermetropia). Penderita membutuhkan lensa plus untuk memfokuskannya.

Pada bayi, umumnya hypermetropia yang membutuhkan koreksi plus 1 atau plus 2 dioptri (satuan kekuatan lensa) masih bisa dibilang normal. Soalnya, tanpa dikoreksi pun biasanya ia akan sanggup mengatasi kelainan itu dengan kemampuan akomodasinya yang kuat. Yang dimaksud akomodasi, kemampuan lensa mata untuk mencembung. "Kemampuan akomodasi seorang dewasa muda biasanya sampai plus 3, tapi kalau bayi kadang sampai plus 4. Nah, karena kemampuan akomodasinya yang masih kuat ini, bila ia mengalami hypermetropia plus 1 atau plus 2, jangan cepat-cepat diberi kaca mata karena kemungkinan ia bisa mengatasinya sendiri secara alamiah."

Alasan lain untuk tak buru-buru memberi kaca mata, "bayi masih dalam tahap perkembangan." Misal, tadinya bola mata pendek hingga butuh lensa plus. Nah, dengan erkembangnya waktu, bisa saja bola matanya jadi panjang hingga membutuhkan kaca mata minus. Dengan demikian, jika ia mengalami plus 2 lalu bergeser jadi minus 2, berarti akan menjadi nol atau normal. "Tapi kalau plusnya sampai 4 atau 6, sudah tak normal. Ia perlu dibantu kaca mata."

WORTEL BUKAN SEGALANYA
Pada bayi yang tak mengalami kelainan mata, agar fungsi penglihatannya berkembang baik dibutuhkan rangsangan yang baik pula dari lingkungan, yaitu membiarkan bayi melihat apa saja yang ada di sekitar rumah. "Jika bayi baru lahir ditutup matanya terus-menerus hingga usia setahun, misal, maka tajam penglihatannya di usia setahun akan sama dengan tajam penglihatan sewaktu baru lahir, bahkan mungkin bisa lebih buruk."

Selain mendapat rangsangan yang baik, sistem penglihatan pun perlu memperoleh makanan bergizi dan bervariasi. Jadi, bukan cuma wortel, ya, Bu-Pak, yang dapat menyehatkan mata. "Wortel hanya salah satu gizi yang dibutuhkan anak. Untuk bisa memproses rangsangan yang jatuh di mata diperlukan proses kimiawi. Nah, untuk mendapatkan proses kimiawi yang baik dibutuhkan salah satunya vitamin A. Tapi tentu bukan hanya vitamin A, melainkan juga zat gizi lain." Nah, bila gizi untuk seluruh tubuh bayi sudah cukup baik, secara tak langsung mata pun ikut memperoleh gizi yang baik. Bukankah mata merupakan bagian integral dari tubuh?

Jadi, enggak betul, ya, Bu-Pak, bila hanya dengan memberikan vitamin A maka sistem penglihatannya sudah beres semuanya.

TEORI PERKEMBANGAN MATA
Penglihatan bayi perlu waktu untuk berkembang sampai akhirnya dapat melihat seperti layaknya orang dewasa. Ada beberapa teori yang mendukung hal itu, salah satunya teori yang disodorkan Chavasse.
Menurut teori yang muncul tahun 1940-an ini, bayi yang baru lahir, penglihatannya super tak terhingga. Maksudnya, ia hanya bisa membedakan cahaya, yaitu gelap dan terang. Setelah usianya sekitar 7-8 bulan, si kecil sudah bisa melihat jari dengan jelas dari jarak 3 meter. Menginjak usia 9 bulan, penglihatannya makin membaik karena ia mulai bisa melihat jari seseorang dari jarak 6 meter. Penglihatan terus berkembang hingga di usia 4 sampai 5 tahun mencapai kesempurnaan seperti penglihatan orang dewasa.

Namun pendapat Chavasse dianggap terlalu meremehkan bayi, terutama setelah ada beberapa penelitian terbaru. Misal, berdasarkan tabel FPL (Forced Choice Preferential Looking), fungsi penglihatan bayi lebih baik ketimbang yang dikeluarkan Chavasse. Dalam uji coba FPL, bayi diminta melihat garis-garis vertikal hitam putih yang digerakkan. Garis vertikal tersebut memiliki besar dan ketebalan berbeda. Nah, reaksi mata bayi diamati ketika tengah melihat urutan garis, dari yang tebal dan besar sampai garis hitam putih yang kecil dan halus. Setiap lembar garis mewakili suatu skor ketajaman penglihatan tertentu.

Dari hasil penelitian tersebut, kemampuan penglihatan bayi baru lahir sampai usia satu bulan adalah 20/400. Artinya, sesuatu yang bisa dilihat orang dalam jarak 400 kaki, oleh bayi hanya bisa dilihat pada jarak 20 kaki (1 kaki=30,48 cm). Bila dibanding dengan cara Chavasse, jarak tersebut baru bisa dilihat bayi pada usia 7-8 bulan.

"Dengan menggunakan tehnik yang lebih canggih, hasil yang dulu bisa dikatakan meremehkan kemampuan penglihatan bayi ternyata kurang tepat," ujar Hadi. Contoh, dengan FLP, di usia 4 bulan bayi sudah bisa melihat jari pada jarak 6 meter. Sebelumnya, menurut Chavasse, kemampuan tersebut baru diperoleh ketika bayi menginjak usia 9 bulan. Sedangkan ketajaman mata orang dewasa, dengan FLP sudah tercapai pada di usia 18-24 bulan.

Ada satu cara lagi yang disebut VEP (Visual Evoked Potential). Di sini, bayi melihat ke suatu layar yang bergambar pola kotak-kotak seperti papan catur, dari kotak yang besar sampai kecil. Nah, pada kepala bayi dipasang suatu elektroda yang berfungsi menangkap respons yang diberikan otak bayi. Berdasarkan alat canggih ini, mata bayi lebih tajam dari perkiraan FLP. Misal, di usia 2 bulan, kemampuan penglihatan bayi sama dengan pemeriksaan bayi di usia 6 bulan.













.